::YAPTA:: ::Logo LKSA::::Ketua:

Jumat, 15 Maret 2024

Buku | STANDAR PENGASUHAN - BAB 1

BAB I

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

 

Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak merupakan instrumen penting dalam kebijakan pengaturan pengasuhan alternatif untuk anak. Pengasuhan anak melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu diatur agar tata cara dan prosedur pengasuhan yang diberikan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak sejalan dengan kerangka kerja nasional pengasuhan alternatif untuk anak dan lembaga-lembaga tersebut dapat berperan secara tepat.

 

Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak ini disusun untuk menanggapi rekomendasi Komite Hak-Hak Anak PBB. Komite tersebut dalam tanggapannya terhadap laporan pelaksanaan Konvensi Hak- Hak Anak (Convention on the Rights of the Child-CRC) Pemerintah Indonesia, tahun 2004 mengeluarkan empat rekomendasi terkait situasi pengasuhan anak di institusi (childcare institution). Rekomendasi tersebut adalah:

 

(a)    melaksanakan studi komprehensif untuk menelaah situasi anak-anak yang ditempatkan dalam institusi, termasuk kondisi hidup mereka dan layanan- layanan yang disediakan;

(b)   mengembangkan program-program dan aturan kebijakan untuk mencegah penempatan anak-anak dalam institusi antara lain melalui penyediaan dukungan dan panduan kepada keluarga-keluarga paling rentan dan dengan menjalankan kampanye-kampanye penggalangan kesadaran;

(c)    mengambil semua tindakan yang perlu untuk mengijinkan anak-anak yang ditempatkan dalam institusi-institusi untuk kembali ke keluarga mereka kapan pun dimungkinkan dan mempertimbangkan penempatan anak- anak dalam institusi sebagai upaya penempatan terakhir; dan

(d)   menetapkan standar-standar yang jelas bagi institusi yang sudah ada dan memastikan adanya tinjauan periodik terhadap penempatan anak, sesuai dengan pasal 25 dari Konvensi.

(CRC/C/15/Add.223 26 February 2004)

 

Penyusunan Standar Nasional mengacu pada hasil dua penelitian penting yang dilakukan Save the Children yang juga ditujukan untuk menanggapi rekomendasi pertama di atas. Kedua penelitian tersebut adalah:


1.     Penelitian Kualitas Pengasuhan Anak di Panti Sosial Asuhan Anak

 

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 dan 2007 oleh Save the Children dan Kementerian Sosial (Kemensos) dengan dukungan dari UNICEF. Penelitian dilakukan di enam provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku; termasuk satu panti percontohan milik Kemensos di Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan gambaran yang komprehensif tentang kualitas pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia; menunjukkan bukti dan analisis yang diperlukan untuk mendukung kebijakan dan standar yang tepat dan efektif untuk anak-anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif, serta menyediakan pengetahuan dan kapasitas bagi mitra-mitra utama untuk melakukan asesmen dan membangun basis untuk mengembangkan sistem pengaturan PSAA.

 

Beberapa temuan inti dari penelitian tersebut adalah:

a.        Panti Sosial Asuhan Anak lebih berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan akses pendidikan kepada anak daripada sebagai lembaga alternatif terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat diasuh oleh orangtua atau keluarganya.

b.        Anak-anak yang tinggal di panti umumnya (90%) masih memiliki kedua orang tua dan dikirim ke panti dengan alasan utama untuk melanjutkan pendidikan.

c.        Berdasarkan tujuan panti ke arah pendidikan, anak-anak harus tinggal lama di panti sampai lulus SLTA dan harus mengikuti pembinaan daripada pengasuhan yang seharusnya mereka terima.

d.       Pengurus panti tidak memiliki pengetahuan memadai tentang situasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti, dan pengasuhan yang idealnya diterima anak.

 

Penelitian merekomendasikan beberapa hal:

a.        Penyusunan kerangka kerja kebijakan untuk mendukung anak dalam keluarga (Family Support Services) melalui dukungan kepada keluarga yang menghadapi tantangan-tantangan.

b.        Pengaturan panti yang mengasuh anak melalui penyusunan standar nasional pengasuhan anak, pendirian badan pemantauan yang profesional dan independen, dan sistem pengumpulan data anak dalam pengasuhan alternatif.


c.        Pengembangan sistem pengasuhan alternatif berbasiskan keluarga melalui penyusunan kerangka kerja hukum dan kebijakan untuk penyediaan pengasuhan alternatif berbasis keluarga, bantuan khusus dan perlindungan sosial untuk keluarga yang menghadapi tantangan- tantangan pengasuhan, dan review menyeluruh terhadap skema bantuan pemerintah kepada panti asuhan.

 

2.     Penelitian oleh Anak

 

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 ini dilakukan oleh anak- anak panti tentang kehidupan mereka di panti. Sebanyak 60 anak dari enam panti di Kalimantan Barat dan Maluku menjadi peneliti. Mereka dibantu oleh fasilitator lokal dan nasional melakukan penelitian dengan menggunakan kerangka partisipasi anak.

 

Hasil penelitian oleh anak semakin memperjelas pemahaman terhadap situasi anak di dalam panti. Penelitian ini memberikan gambaran tentang kehidupan keseharian mereka di panti dan luar panti. Sisi kehidupan yang dianggap menyenangkan diantaranya adalah banyak teman sedangkan yang menyedihkan umumnya adalah karena terpisah jauh dari keluarga, makanan yang buruk, keharusan bekerja di panti dan aturan yang ketat. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kehidupan mereka di sekolah. Selain menjadi impian semua anak yang terlibat dalam penelitian, sekolah juga menghadapkan mereka pada kekhawatiran tentang masa depan. Umumnya anak-anak mencemaskan kondisi setelah mereka menyelesaikan SLTA. Keterbatasan dukungan pada saat mereka berada di panti, ketidakdekatan dengan keluarga dan kehilangan teman di lingkungan rumah serta panti saat harus keluar panti, membuat anak-anak bingung dan cemas.

 

Dari kedua hasil penelitian tersebut dikembangkan poin-poin penting terkait peran panti dalam mendukung pengasuhan keluarga dan menyelenggarakan pengasuhan alternatif serta situasi anak yang seharusnya membutuhkan pengasuhan di panti. Hal tersebut menjadi bahan bagi penyusunan standar.

 

Standar nasional pengasuhan ini dirancang menjadi salah satu kebijakan untuk memperbaiki kualitas pelayanan panti asuhan. Standar ini merupakan bagian dari upaya untuk mendorong transformasi peran panti asuhan dan menempatkan panti sebagai sumber terakhir dalam kontinum pengasuhan anak. Sejalan dengan hal tersebut, panti asuhan harus berfungsi sebagai pusat layanan bagi anak dan keluarganya.


Karenanya, untuk memposisikan panti secara tepat sebagai institusi yang melaksanakan fungsi tersebut, nama Panti Sosial Asuhan Anak dirubah menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Dalam standar ini semua lembaga yang menjalankan fungsi pengasuhan anak, apapun namanya disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang disingkat dengan LKSA.

 

Perubahan kebijakan khususnya berkaitan dengan aturan penyelenggaraan pelayanan oleh Lembaga Kesejahteraan SosialAnak dan berbagai sub sistem lainnya, seperti peran Dinas Sosial/Instansi Sosial, peran pekerja sosial dan masyarakat dalam mendukung pelayanan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu dilakukan. Hal tersebut merupakan dasar yang sangat strategis bagi upaya pelaksanaaan pengasuhan dan perlindungan bagi anak-anak yang berada di luar pengasuhan keluarga. Perundang-undangan nasional, baik Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah menyatakan pentingnya pengasuhan anak oleh orang tua dan keluarga, akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya terpenuhi pada tataran implementasi. Meningkatnya jumlah panti dari tahun ke tahun menunjukkan sangat diperlukannya upaya penyadaran pada berbagai kalangan agar mengedepankan pendekatan berbasis keluarga daripada pendekatan institusional dalam pengasuhan anak.

 

 

B.   PROSES PENYUSUNAN STANDAR

 

Selain memanfaatkan hasil penelitian, penyusunan standar juga dilakukan dengan mempelajari berbagai dokumen yaitu:

1.      Konvensi Hak Anak, peraturan perundang-undangan khususnya Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta kebijakan pelayanan panti/pemberian bantuan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM).

2.      Standar pengasuhan anak di institusi dari berbagai negara di dunia, diantaranya Inggris, Skotlandia, Lesotho, Guyana, Ghana, Afrika Selatan, Vietnam dan Timor Leste.

 

Penyusunan standar diawali dengan menyusun kertas kerja oleh tim penyusun yang terdiri dari tiga anggota dan seorang team leader. Tim ini juga terlibat sebagai peneliti dalam Penelitian Kualitas Pengasuhan Anak di Panti Asuhan Sosial Anak dan memfasilitasi Penelitian oleh Anak. Selanjutnya standar


dibahas beberapa kali oleh task group (terdiri dari perwakilan pengurus panti, LSM lokal sebagai praktisi, akademisi dan penentu kebijakan) dan reference group (yaitu task group ditambah dengan pemerhati anak dan forum panti yang terdiri dari kepala, pengasuh, dan pengurus lainnya).

 

 

C.   TUJUAN STANDAR

 

Standar pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak ini bertujuan untuk:

1.      memperkuat pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pengasuhan dalam keluarganya;

2.      memberikan pedoman bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dalam melaksanakan perannya sebagai alternatif terakhir dalam pengasuhan anak;

3.      mengembangkan pelayanan langsung untuk mendukung keluarga yang menghadapi tantangan-tantangan dalam pengasuhan anak;

4.      mendukung pengasuhan alternatif berbasis keluarga melalui orang tua asuh, perwalian, dan adopsi; dan

5.      memfasilitasi instansi yang berwenang untuk mengembangkan sistem pengeloaan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarganya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan tentang pengasuhan, perijinan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, monitoring dan evaluasi kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

 

Berdasarkan tujuan tersebut, standar nasional pengasuhan anak ini mengandung komponen-komponen utama pengaturan sebagai berikut:

1.      prinsip-prinsip pengasuhan anak termasuk tentang sistem pengasuhan alternatif;

2.      pemenuhan semua aspek-aspek hak-hak anak baik kebutuhan dasar, kebutuhan pengasuhan anak, perlindungan, maupun partisipasi anak;

3.      transformasi peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak/lembaga untuk mendukung pengasuhan keluarga dan pengasuhan alternatif berbasis keluarga;

4.      tahapan untuk melakukan pelayanan terkait kebutuhan pengasuhan anak mulai dari proses rujukan, asesmen, perencanaan pengasuhan dan pelayanan lainnya, implementasi, terminasi dan evaluasi;

5.      peran pelaksana pengasuhan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak;

6.      peran Dinas Sosial/Instansi Sosial dalam mendukung pengasuhan anak baik dalam keluarga inti maupun keluarga alternatif; dan

7.      manajemen pelayanan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak termasuk mengatur pendirian, perijinan dan akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.


D.   PENDEKATAN YANG MENDASARI STANDAR

 

1.     Pendekatan Ekologi dan Psikososial, Perspektif Kekuatan

(Strength Perspective) serta Perlindungan Hak Anak

 

Standar dikembangkan dengan memanfaatkan pendekatan ekologi, psikososial, perspektif kekuatan dan perlindungan anak. Dengan memadukan pendekatan-pendekatan tersebut, anak diposisikan sebagai aktor dalam lingkungan sosialnya yang dipengaruhi oleh dan mempengaruhi berbagai sistem, baik keluarga, komunitas, masyarakat maupun kebijakan-kebijakan yang mendukung kehidupan anak. Posisi ini pula yang memungkinkan anak dihargai secara individual, mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dan terpenuhinya hak-hak mereka sebagai anak yang membutuhkan perlindungan.

 

a.      Pendekatan Ekologi dan Psikososial

 

Banyaknya keluarga miskin yang mengirim anak-anaknya ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak menjelaskan situasi belum terbangunnya sistem ekonomi untuk mendukung keluarga-keluarga tersebut. Demikian pula semakin banyaknya panti yang dibangun tanpa memperhatikan kebutuhan anak dan keluarganya, menggambarkan nilai-nilai masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pengasuhan berbasis keluarga.

 

Disamping itu, masih banyak faktor yang belum mendukung terlaksananya pelayanan, diantaranya terbatasnya kapasitas pengasuh anak-anak, belum optimalnya kinerja yang berwenang dalam mengatur pengasuhan anak, belum tersedianya tenaga profesional yang bekerja mendukung anak dan keluarganya, dan belum terintegrasinya bidang tugas antar berbagai pemangku kepentingan dalam pelayanan anak. Berbagai kelemahan tersebut membelajarkan tentang pentingnya kerja sama antar berbagai komponen dalam pengasuhan anak baik keluarga inti maupun keluarga akternatif dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

 

Pendekatan ekologi mendasarkan pada sinergi berbagai pihak agar dapat bekerja demi kepentingan terbaik anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, penyusunan standar dilakukan dengan mempertimbangkan situasi anak dan keluarga, serta kondisi komunitas dimana anak berada. Sejalan dengan hal itu pula, respon terhadap kebutuhan anak dan


keluarganya harus disesuaikan dengan konteks kehidupan serta latar belakang anak dan keluarga. Selain itu diperlukan pula dukungan dari pihak-pihak lainnya agar orang tua atau keluarga dapat melaksanakan tugasnya secara tepat.

 

Di sisi lain, pendekatan psikososial memungkinkan pihak-pihak yang kompeten dan berkepentingan untuk melakukan asesmen yang akurat terhadap anak dan keluarganya. Hasil asesmen sangat penting bagi pengambilan keputusan pengasuhan anak dan dukungan yang perlu diberikan baik bagi anak maupun keluarganya. Melalui pendekatan ini, standar merekomendasikan dilakukannya asesmen terhadap aspek fisik (bio), psiko, sosial dan spiritual anak, orang tua atau anggota keluarga lainnya dan calon keluarga pengganti.

 

Secara konkrit, pendekatan-pendekatan tersebut dipraktikan dalam beberapa aspek, diantaranya adalah:

1)    kesadaran bahwa anak memiliki ikatan emosional dan psikologis dengan keluarga dan komunitas tempat tinggalnya. Oleh karena itu, anak harus terus dapat menjalin ikatan ini sekalipun anak terpaksa tinggal dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak;

2)    asesmen terhadap anak dan keluarga,untuk mendapat pemahaman tentang situasi pengasuhan oleh orang tua dan keluarga. Secara spesifik pendekatan ekologi juga memberikan dasar untuk melakukan asesmen secara kontekstual. Misalnya, asesmen untuk memahami cara pandang tentang pengasuhan dan pengaruhnya pada anak serta keluarga dalam konteks budaya tertentu;

3)    pengakuan bahwa tidak ada anak yang memiliki pengalaman yang sama. Anak harus diperlakukan sebagai individu berbeda, dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda pula; dan

4)    pendekatan ini juga memberi penekanan pada aspek praktikal, dimana standar yang diperuntukkan bagi anak dan keluarga harus berguna dan bermanfaat secara riil, dan bukan sekedar mempertimbangkan kesesuaiannya dengan program dari pemerintah atau pemangku kepentingan sebagai penyusun kebijakan.

 

b.      Perspektif Kekuatan/Strength Perspective

 

“All humans, somewhere within, have the urge to be heroic; to transcend circumstances, to develop one’s powers, to overcome adversity, to stand up and be counted.” (Dennis Saleebey, 2005)


Pendekatan ini terfokus pada kekuatan dan sumber daya yang dimiliki anak, keluarga juga komunitas di sekitar mereka. Kinerja tenaga profesional dibutuhkan sebatas untuk membantu memaksimalkan kekuatan dan sumber daya ini, guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi anak dan keluarganya serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber di sekitar mereka. Pelayanan melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang di dalamnya melibatkan tenaga profesional dimaksudkan untuk memfasilitasi dan memampukan anak, keluarga, dan komunitas dalam mengatasi permasalahan melalui berbagai sumber daya yang menjadi kekuatan, untuk kemudian bersama-sama mencapai tujuan yang diharapkan.

Secara konkrit, pendekatan ini diterapkan melalui beberapa prinsip:

1)      pengakuan bahwa anak, bersama keluarga dan komunitas adalah ahli sebenarnya bagi kehidupan mereka.

2)      pengakuan terhadap kekuatan yang dimiliki anak, keluarga, dan komunitasnya; karenanya, perlu dilakukan identifikasi terhadap kekuatan tersebut selain identifikasi terhadap permasalahan dan kebutuhan.

3)      pengakuan terhadap kapasitas pihak-pihak yang selama ini tinggal dan bekerja bersama anak sebagai sumber daya yang signifikan. Disamping pengakuan terhadap perlunya keahlian profesional dari para profesional, pelatihan dan dukungan harus terus diberikan kepada pihak-pihak yang dapat berperan sebagai sumber daya tersebut.

4)      pengakuan bahwa Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (d/h Panti Asuhan) memiliki potensi untuk mendukung terbangunnya sistem pengasuhan anak yang mendukung pengasuhan berbasis keluarga sesuai dengan kepentingan terbaik anak.

 

c.      Perlindungan Hak Anak

 

Perlindungan terhadap hak anak menjadi basis bagi pendekatan sebelumnya (pendekatan ekologi,psikososial dan perspektif kekuatan). Hal ini juga yang menjadi fondasi bagi keseluruhan kerangka kerja yang digunakan dalam memberikan pelayanan bagi anak dan keluarga.

 

Empat prinsip dalam perlindungan hak anak yang menjadi dasar bagi rumusan standar, yaitu:

1)   non diskriminasi. Semua bentuk pelayanan berkaitan dengan pengasuhan baik di dalam keluarga, keluarga pengganti maupun


melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dilaksanakan tanpa diskriminasi, dari sisi usia, jenis kelamin, ras, agama dan budaya, dan bentuk diskriminasi lainnya.

2)   kepentingan terbaik anak. Kepentingan terbaik anak menjadi prioritas dalam pelayanan yang dilakukan oleh semua pihak yang bekerja dalam pengasuhan anak.

3)   keberlangsungan hidup dan perkembangan. Upaya untuk mencari solusi pengasuhan dilakukan dengan memperhatikan perkembangan anak sesuai usia mereka masing-masing.

4)   partisipasi. Keputusan tentang pengasuhan anak dilakukan semaksimal mungkin dengan melibatkan partisipasi anak, sesuai dengan kapasitas mereka dan kapan pun anak mau.

 

 

2.     Pendekatan legal

 

Standar menggunakan acuan perundang-undangan dan kebijakan lainnya yang terkait yaitu :

a.        Konvensi Hak Anak, Ratifikasi Pemerintah Indonesia Tahun 1990 dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Kovensi tentang Hak-Hak Anak);

b.        Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

c.        Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

d.       Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

e.        Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial;

f.         Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial.

 

 

E.   PENGGUNA STANDAR

 

Standar ini perlu digunakan oleh beberapa pihak yaitu :

1.    Pelaksana pelayanan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (Kepala LKSA, Pengurus, Pengasuh dan Staf) Standar ini menjadi acuan bagi pelaksana pelayanan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak untuk memberikan pelayanan kepada anak dan keluarganya baik di dalam keluarga maupun melalui pengasuhan alternatif secara profesional, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak.


2.     Dinas Sosial/Instansi Sosial

Standar ini menjadi acuan bagi Dinas Sosial/Instansi Sosial untuk mendukung pengambilan keputusan tentang pengasuhan anak dan keluarganya khususnya yang membutuhkan kewenangan Dinas Sosial/ Instansi Sosial, yaitu penempatan anak dalam keluarga alternatif atau di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; melakukan asesmen terhadap usulan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, memberikan atau membatalkan ijin serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

 

3.     Anak

Anak dapat menggunakan standar ini untuk mengetahui hak serta pelayanan yang seharusnya mereka terima; mendiskusikan keputusan pengasuhan dan pelayanan yang terbaik bagi mereka bersama orang tua/ keluarga dan pihak Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak sebagai pemberi pelayanan, serta anak dapat menggunakan standar ini untuk melapor kepada pihak berwenang, jika ada hak mereka yang dilanggar ataupun tidak terpenuhi.

 

4.     Pemangku kepentingan lainnya

Pemangku kepentingan lainnya yang berkepentingan dengan keputusan tentang pengasuhan anak baik dalam berbentuk kelembagaan maupun peserorangan.

 

 

F.   CAKUPAN STANDAR

 

Standar ini terdiri dari lima bab yang mencakup:

1.      Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, proses penyusunan standar, tujuan standar, pendekatan yang mendasari standar, pengguna standar, cakupan standar, dan definisi yang digunakan dalam standar.

2.      Bab II mengatur Prinsip-prinsip utama tentang pengasuhan alternatif untuk anak yang meliputi hak anak untuk memiliki keluarga, tanggung jawab dan peran orang tua dan keluarga, pencegahan keterpisahan keluarga, kontinum pengasuhan, dukungan kepada keluarga untuk pengasuhan, peran negara, pengasuhan alternatif, pengasuhan berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, asesmen kebutuhan pengasuhan anak, pengambilan keputusan untuk penempatan anak dalam pengasuhan alternatif, menjaga keberlangsungan pendidikan dan kehidupan sosial budaya anak, dan keterlibatan anak dalam pengambilan keputusan


pengasuhan mereka.

3.      Bab III mengatur standar tentang penentuan respon yang tepat untuk anak yang mencakup peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dalam pelayanan bagi anak dan perencanaan pengasuhan.

4.      Bab IV mengatur tentang standar pelayanan yang mencakup :

1)        Pendekatan awal dan penerimaan rujukan yang mencakup pendekatan awal, penerimaan rujukan, asesmen awal, pengambilan keputusan pelayanan, kesepakatan, rujukan ke instansi lain,dan menjaga kebersamaan anak bersaudara.

2)        Pelayanan pengasuhan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang mencakup asesmen dan pelaksanaan rencana pengasuhan.

3)        Pelayanan berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang mencakup peran sebagai pengganti orang tua, martabat anak, perlindungan anak, perkembangan anak, identitas anak, relasi anak, partisipasi anak, makanan dan pakaian, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, privasi/kerahasiaan pribadi anak, pengaturan waktu anak, dan kegiatan/pekerjaan anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, aturan, disiplin, dan sanksi.

4)        Pelaksana pengasuhan yang mencakup orangtua dan keluarga, pengasuh, dan pekerja sosial.

5)        Evaluasi serta pengakhiran pelayanan dan pengasuhan untuk anak.

 

5.      Bab V mengatur tentang standar kelembagaan yang mencakup visi, misi dan tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; pendirian, perijinan, peran Dinas Sosial/Instansi Sosial, akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; dan fasilitas.

Agar standar ini lebih mudah dipahami dan diterapkan, standar ini dilengkapi dengan bagian praktek yang merupakan penjelasan lebih lanjut, pemberian contoh, dan kutipan-kutipan dari peraturan perundangan- undangan yang dirujuk.

 

 

G.   DEFINISI YANG DIGUNAKAN DALAM STANDAR

 

Istilah

Definisi

Standar

Norma dan kriteria sebagai panduan bagi Lembaga

Nasional

Kesejahteraan Sosial Anak dalam pelaksanaan pengasuhan

Pengasuhan

anak.

Anak

 


 

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

Lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang melaksanakan pengasuhan anak.

Anak

Seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Hak Anak

Setiap hak anak, yang dirinci secara spesifik dalam artikel- artikel dalam Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa- Bangsa.

Konvensi Hak Anak (KHA)

Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak-hak Anak. Dengan meratifikasi KHA

pada tahun 1990, Pemerintah Indonesia mengakui dan melindungi hak-hak setiap anak di bawah usia 18 tahun.

Kontak Awal

Kontak pertama antara anak dengan pemberi pelayanan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dilanjutkan dengan asesmen untuk memberikan intervensi yang sesuai.

Asesmen

Proses untuk mengidentifikasi : 1) masalah-masalah yang dialami anak dan keluarga berkaitan dengan pengasuhan anak; 2) kesiapan dan kapasitas calon orang tua pengganti;

3) sumber-sumber yang dapat didayagunakan untuk mendukung anak dan keluarga serta 4) kapasitas Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dalam melakukan peran sebagai sumber terakhir dalam pengasuhan alternatif.

Rencana Pengasuhan

Rencana yang ditetapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan anak akan pengasuhan jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang. Rencana disusun bersama oleh pengasuh, pekerja sosial, orang tua dan anak, juga pihak lain yang berwenang jika diperlukan, sesuai dengan hasil asesmen terhadap anak dan keluarganya, serta asesmen terkait lainnya dengan kebutuhan anak.

Intervensi

Aktivitas untuk melaksanakan rencana pengasuhan dengan memberikan pelayanan terhadap anak dalam keluarga maupun di lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Keluarga Inti

Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.


 

Keluarga Pengganti

Keluarga pengganti yang menggantikan peran keluarga inti untuk memberikan pengasuhan pada anak, terdiri dari, keluarga kerabat, keluarga asuh, wali, dan keluarga angkat.

Bullying

Berbagai jenis perilaku oleh seorang anak atau lebih (biasanya dilakukan atas kesengajaan), yang menyebabkan munculnya rasa sakit, kegelisah, perasaan malu, atau mendorong eksklusi sosial bagi anak lainnya, dalam bentuk perilaku fisik atau perkataan secara verbal, juga melalui perusakan atau pencurian barang.

Kekerasan pada Anak

Segala tindakan dalam bentuk verbal dan non verbal yang dilakukan oleh individu atau institusi baik secara langsung maupun tidak langsung yang membahayakan anak-anak atau merusak prospek keselamatan dan perkembangan kesehatan mereka sampai mereka dewasa.

Pelaksana Pelayanan di Lembaga

Kesejahteraan Sosial Anak

Pihak yang terlibat dalam melaksanakan pelayanan pengasuhan bagi anak, terdiri dari kepala LKSA, pengurus, staf, dan pengasuh.

Pelayanan Pengasuhan

Berbagai jenis pelayanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan anak akan pengasuhan baik di dalam keluarganya maupun keluarga pengganti

Penempatan

Persetujuan bagi seorang anak untuk tinggal dalam jenis pengasuhan tertentu, baik dalam keluarga alternatif maupun Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

Review Penempatan

Proses untuk mengkaji penempatan anak dalam pengasuhan yang bersifat sementara seperti orang tua asuh, perwalian dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

Pengasuhan Alternatif

Pengasuhan yang diberikan oleh pihak selain keluarga inti kepada anak, akibat ketidakmampuan keluarga inti dalam menyediakan pengasuhan yang baik untuk anak. Pengasuhan ini dapat dilakukan melalui orang tua asuh, perwalian dan adopsi.


 

Perencanaan permanensi

Perencanaan permanensi adalah proses sistematis, dalam periode waktu yang singkat, guna melaksanakan satu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk membantu anak-anak hidup dalam keluarga yang menawarkan kesinambungan hubungan dengan orang tua atau pemberi asuhan yang merawat serta kesempatan untuk membangun hubungan seumur hidup (Maluccio , 1984)

Rujukan

Mekanisme dimana Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melakukan rujukan anak atau keluarga kepada lembaga lain yang dianggap berwenang, ketika menemui kesulitan atau ketiadaan sumber dalam memenuhi kebutuhan pengasuhan anak.

Supervisi

Proses untuk memberikan dukungan secara administratif, edukatif dan suportif terhadap pekerja sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial senior dan memiliki pengalaman bekerja di bidang pelayanan anak.

Terminasi

Pengakhiran pelayanan kepada anak dan keluarga dengan telah tercapainya tujuan intervensi terhadap anak dan keluarganya.

Monitoring/ Evaluasi

Aktivitas untuk mendapatkan gambaran tentang proses pelaksanaan pelayanan pengasuhan serta ketercapaian tujuan rencana pengasuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar